Info Singasana – Aipda Ni Luh Putu Eka Purnawianti, SH., seorang anggota Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Bali, resmi dijatuhi sanksi etik berupa demosi dan mutasi ke Polres Bangli oleh Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP). Keputusan ini menuai kritik dari berbagai pihak, terutama dari kalangan jurnalis dan pemerhati kebebasan pers di Bali.
Kasus ini bermula dari dugaan intimidasi terhadap jurnalis Radar Bali, Andre, yang sedang menjalankan tugas peliputan. Aipda Eka diduga melakukan pelanggaran etik dalam penanganan kasus tersebut, sehingga KKEP memutuskan memberikan sanksi berupa penurunan pangkat dan transfer tugas.
Namun, apakah sanksi ini cukup memberikan efek jera? Atau hanya sekadar “rotasi jabatan” yang bersifat sementara?
Reaksi Solidaritas Jurnalis Bali: “Sanksi Terlalu Ringan!”
I Made Ariel Suardana, SH., MH., penasihat hukum Solidaritas Jurnalis Bali, menyatakan mengecewakannya atas keputusan KKEP. Menurutnya, sanksi demosi hanya bersifat administratif dan tidak memberikan dampak signifikan terhadap karier Aipda Eka.
“Kalau kita melihat dari peran yang dilakukan, sesungguhnya keputusan ini sangat ringan. Harusnya ada keputusan yang jauh lebih berat diberikan kepadanya,” tegas Ariel.
Ariel mengingatkan bahwa tugas pemindahan ke Bangli hanya bersifat sementara, dan tidak menutup kemungkinan Aipda Eka bisa kembali ke posisi strategis dalam waktu singkat.
“Menyangkut soal demosi, itu terkait pindah tempat. Setahun-dua tahun bisa kembali. Jangan sampai ini hanya formalitas. Baru beberapa bulan, besok sudah pindah lagi. Ini hanya menyenangkan kita sebentar,” tambahnya.
Desakan Penanganan Pidana
Lebih jauh lagi, Ariel mendorong agar kasus ini tidak hanya diselesaikan secara etik, tetapi juga diselesaikan secara pidana. Jika terbukti melakukan pelanggaran hukum, sanksi pengadilan akan lebih berdampak pada pengusaha Aipda Eka.

Baca Juga: Gubernur Bali Koster Minta Penerima Beasiswa di Gianyar Tekun dan Disiplin
“Kalau dia terbukti pidana dan diberikan hukuman sesuai dengan hukuman pengadilan, penghentian juga kariernya. Itu bentuk keadilan yang lebih sejati,” tegasnya.
Ariel yang dikenal aktif menangani kasus-kasus hukum di Bali, menekankan pentingnya penegakan etika yang seimbang dengan penegakan hukum, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan kebebasan pers.
Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Ariasandy, SIK., membenarkan telah digelar sidang etik dan Aipda Eka dikenakan sanksi demosi.
“Ya, yang bersangkutan dikenakan sanksi demosi dan dipindah tugaskan ke Bangli,” ujarnya.
Sidang ini melibatkan saksi kunci, yaitu jurnalis Andre dari Radar Bali, yang memberikan bukti terkait dugaan intimidasi yang dialaminya.
Analisis Efektivitas Sanksi Demosi dalam Penegakan Etik Polri
Kasus Aipda Eka memunculkan pertanyaan besar: Apakah sanksi efektif demosi dalam memberikan efek jera?
-
Sanksi Administratif vs. Sanksi Pidana
-
Sanksi demosi bersifat internal Polri dan tidak memiliki dampak hukum yang kuat.
-
Jika melanggar yang melibatkan aspek pidana (seperti pemerasan, intimidasi, atau izin yang diizinkan), seharusnya proses hukum tetap berjalan.
-
-
Potensi “Boomerang” Karier
-
Sejarah menunjukkan bahwa oknum polisi yang terkena sanksi etik seringkali bisa kembali naik jabatan setelah beberapa waktu.
-
Tanpa penegakan hukum yang tegas, sanksi demosi dapat dianggap sebagai “liburan dinas” sementara.
-
-
Dampak pada Kebebasan Pers
-
Jika aparat penegak hukum tidak memberikan contoh tegas dalam menghormati kebebasan pers, jurnalis akan terus rentan terhadap intimidasi.
-
Kasus ini menjadi ujian bagi komitmen Polri dalam melindungi hak-hak insan pers.
-














